Banda Aceh | JRB.ONE - Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) menggelar Deklarasi dan Dialog Kebangsaan dengan tema “Menyambut Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran, Kebijakan, Harapan, dan Dukungan Kaum Muda” pada Senin, 27 Oktober 2025, di Cafe Collesium Pango Raya, Banda Aceh.
Syafyuzal Helmi sebagai Koordinator AMAN Wilayah Aceh menyampaikan kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan dialog terbuka bagi kaum muda untuk menilai arah kebijakan pemerintahan satu tahun terakhir, sekaligus memperkuat peran mahasiswa dalam mengawal pembangunan nasional.
Helmi juga menambahkan bahwa Lembaga AMAN menjadi wadah pemersatu Gerakan mahasiswa dan pemuda Nusantara dalam mewujudkan Indonesia berdaulat, bersih dari oligarki serta berkomitmen dan mendukung mewujukan Indonesia emas.
Helmi juga menyampaikan dalam kegiatan dialog tersebut menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Zulfata (Direktur Lembaga Inovasi Indonesia), Amelda Riski (Ketua Kohati BADKO HMI Aceh) M.Furqan,S.H., M.KN (Founder NOTAF RUANG KOLABORASI). Ketiganya memberikan pandangan yang konstruktif terhadap capaian, tantangan dan harapan terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran dalam satu tahun masa kerjanya.
Dalam paparannya, Zulfata menekankan pentingnya peran Lembaga Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat Aceh. Ia menilai AMAN harus tampil aktif dan progresif dalam mendengar serta menyuarakan suara-suara dari lapisan masyarakat paling dasar. “AMAN harus menjadi jembatan antara masyarakat dan pengambil kebijakan, memastikan bahwa suara rakyat kecil tidak tenggelam oleh kepentingan segelintir elit,” tegasnya. Dengan demikian, mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga pelaku perubahan sosial yang berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Ke depan, Zulfata juga menilai bahwa AMAN perlu lebih aktif dan progresif dalam mendukung serta mengawal kebijakan pemerintahan Prabowo–Gibran agar tetap konsisten dengan semangat kesejahteraan rakyat. Ia memandang bahwa generasi muda, terutama mahasiswa, memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan kebijakan nasional berjalan sesuai aspirasi publik. “Kritik dan dukungan harus berjalan seimbang, ketika kebijakan baik, kita dukung; ketika melenceng, kita luruskan,” ungkapnya. Bagi Zulfata, sikap aktif dan progresif inilah yang menjadi wujud nyata kontribusi mahasiswa dalam menjaga arah pembangunan Aceh dan Indonesia ke depan.
Selanjutnya, Melda menekankan bahwa partisipasi perempuan dalam ruang perpolitikan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan kebijakan publik berjalan secara inklusif dan berkeadilan. Ia berpandangan bahwa kehadiran perempuan bukan hanya untuk memenuhi kuota representasi, melainkan sebagai kekuatan moral dan intelektual yang mampu memperkaya arah kebijakan nasional. “Perempuan memiliki cara pandang yang lebih empatik, visioner, dan menyentuh sisi-sisi kemanusiaan yang sering luput dari perhatian politik arus utama,” ujar Melda. Ia menilai bahwa ketika perempuan terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan, maka politik akan lebih berorientasi pada kesejahteraan sosial, keadilan gender, dan pembangunan berkelanjutan.
Lebih lanjut, Melda menyoroti peran strategis perempuan dalam mewujudkan Asta Cita yaitu delapan arah kebijakan prioritas pemerintahan Prabowo–Gibran. Menurutnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Asta Cita, untuk mewujudkan Indonesia emas.
Sementara itu, M. Furqan, S.H., M.Kn. menyoroti pentingnya penguatan implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai fondasi dalam menjaga keistimewaan dan kewenangan daerah. Ia menjelaskan bahwa penegasan identitas Aceh melalui sistem pemerintahan lokal seperti penghapusan istilah kelurahan dan pengembalian penyebutan gampong sebagai satuan pemerintahan terkecil merupakan langkah penting dalam memperkuat nilai-nilai adat dan budaya masyarakat. “Dengan menempatkan gampong sebagai pusat penggerak pembangunan, kita bukan hanya menjaga kearifan lokal, tetapi juga memperkokoh tata kelola pemerintahan yang lebih dekat dengan rakyat,” ungkapnya. Furqan menilai bahwa penataan struktur pemerintahan lokal hingga ke level pemukiman dan dusun menjadi wujud nyata dari pelaksanaan UUPA yang berorientasi pada partisipasi masyarakat dan desentralisasi yang bermakna.
Lebih lanjut, Helmi selaku Koordinator AMAN Wilayah Aceh menyampaikan dukungannya terhadap arah kebijakan pemerintahan Prabowo–Gibran, khususnya dalam upaya memperkuat pembangunan nasional yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Ia menilai bahwa generasi muda, khususnya mahasiswa, memiliki tanggung jawab moral untuk ikut mengawal jalannya pemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan visi Asta Cita. “Kita tidak hanya memberikan dukungan secara formal, tetapi juga berperan aktif dalam memastikan setiap kebijakan berpihak pada kepentingan masyarakat,” ujarnya. Helmi menekankan bahwa semangat AMAN sebagai aliansi mahasiswa harus terwujud melalui gerakan yang konstruktif, kritis, dan kolaboratif, agar menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun Indonesia yang kuat, mandiri, dan berdaulat.
Helmi menegaskan bahwa dukungan terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran bukan berarti menutup ruang evaluasi, melainkan membangun sinergi antara generasi muda dan pemerintah untuk mencapai tujuan bersama. Ia memandang bahwa AMAN memiliki peran penting dalam menghubungkan aspirasi masyarakat Aceh dengan kebijakan nasional, terutama dalam bidang pendidikan, ekonomi kreatif, dan pemberdayaan sosial. “Kami ingin memastikan bahwa pembangunan di Aceh tidak berjalan sendiri, tetapi menjadi bagian dari visi besar Indonesia Maju,” jelasnya. Dengan semangat itu, Helmi mengajak seluruh mahasiswa untuk tidak apatis terhadap politik, tetapi hadir sebagai agen perubahan yang mendorong kemajuan daerah sekaligus menjaga nilai-nilai kebangsaan dan kearifan local, Tutup Helmi.[*]
