Dalam kondisi seperti ini, pesan yang terkandung dalam Surah Al-Hujurat ayat 13 menjadi semakin relevan untuk direnungkan:
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS. Al-Hujurat: 13)
Ayat ini bukan sekadar kalimat indah dalam kitab suci, tetapi merupakan fondasi filosofis tentang kemanusiaan yang melampaui batas geografis, ras, dan keyakinan. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keberagaman adalah sebuah keniscayaan—sebuah desain ilahi. Kita diciptakan berbeda-beda bukan untuk saling membenci, melainkan untuk saling mengenal (lita’arafu).
Isu-Isu Terkini dan Relevansi Al-Hujurat Ayat 13
Polarisasi Politik dan Ideologi
Fenomena polarisasi politik terlihat jelas dalam berbagai konteks, mulai dari pemilihan umum yang membelah masyarakat hingga perang narasi di media sosial. Kelompok-kelompok dengan pandangan berbeda sering kali sulit untuk berdialog, bahkan cenderung saling merendahkan.
Di Indonesia, misalnya, sisa-sisa pembelahan pasca pemilu masih terasa, menciptakan "kubu-kubuan" yang menyulitkan semangat musyawarah mufakat. Surah Al-Hujurat ayat 13 mengingatkan kita bahwa meskipun pandangan politik bisa berbeda, identitas kemanusiaan kita jauh lebih mendasar. Perbedaan ideologi seharusnya tidak menghalangi kita untuk saling menghargai dan mencari titik temu demi kebaikan bersama.
Saling mengenal dalam hal ini berarti memahami sudut pandang lawan, bukan untuk mengalahkan, tetapi untuk menemukan dasar pijakan yang bisa mempererat.
Ujaran Kebencian dan Hoaks di Media Sosial
Media sosial, yang idealnya menjadi jembatan komunikasi, kini sering berubah menjadi sarana penyebaran ujaran kebencian dan hoaks. Misinformasi yang menyebar dengan cepat dapat memicu permusuhan antarkelompok, bahkan berujung pada kekerasan fisik.
Maraknya kampanye hitam dan serangan personal di dunia maya menunjukkan betapa mudahnya kita terjebak dalam lingkaran kebencian. Dalam konteks ini, saling mengenal berarti berhati-hati dalam menyebarkan informasi dan berupaya memahami sebelum menghakimi.
Jiwa Al-Hujurat ayat 13 menuntut kita membangun narasi yang menyejukkan, bukan merusak. Ini adalah seruan untuk menggunakan akal sehat dan hati nurani sebelum jari kita menekan tombol "bagikan".
Ketakwaan sebagai Kunci Persatuan
Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Ketakwaan bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan akhlak mulia dalam berinteraksi dengan sesama. Orang yang bertakwa senantiasa menjunjung tinggi keadilan, empati, dan penghargaan terhadap perbedaan karena ia memahami hakikat penciptaan manusia.
Di dunia yang terpecah ini, semangat Al-Hujurat ayat 13 menjadi arah yang membimbing kita kembali pada fitrah kemanusiaan. Ia mengajak kita untuk melihat melampaui batas-batas buatan dan merangkul kebhinekaan sebagai anugerah.
Dengan saling mengenal, saling menghargai, dan menempatkan kemuliaan pada ketakwaan—bukan pada suku, ras, atau status—kita dapat perlahan namun pasti mewujudkan persatuan sejati.
Menjadi Bagian dari Mozaik Kemanusiaan
Pada akhirnya, persatuan bukan berarti keseragaman. Persatuan adalah kemampuan untuk hidup harmonis dalam perbedaan, merayakan keragaman, dan menjadikan setiap identitas sebagai bagian tak terpisahkan dari mozaik kemanusiaan yang indah.
Inilah jiwa Al-Hujurat ayat 13—sebuah pesan abadi untuk dunia yang haus akan kedamaian dan kebersamaan.