Jakarta | JRB.ONE – Ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal kembali menghantui berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Ribuan pekerja secara mendadak harus kehilangan mata pencarian mereka, akibat tekanan ekonomi global dan disrupsi industri. Lebih mirisnya lagi, banyak dari mereka tidak menerima pesangon, proses PHK tidak sesuai prosedur hukum, dan masa depan mereka menjadi tidak jelas.
Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Monitor Aparatur Untuk Negara dan Golongan (DPP LSM MAUNG) menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi ini. Mereka mendesak negara untuk tidak hanya berperan sebagai regulator pasar, melainkan juga sebagai pelindung rakyat, sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
"PHK massal ini bukan sekadar konsekuensi ekonomi, tapi cerminan darurat sosial nasional. Ketika rakyat kehilangan pekerjaan, negara tidak boleh hanya menjadi penonton statistik," tegas Hadysa Prana, Ketua Umum DPP LSM MAUNG.
Negara Dinilai Lalai Penuhi Hak Pekerja
Hadysa Prana menyoroti bahwa banyak PHK dilakukan tanpa mediasi yang semestinya, tanpa pesangon yang adil, dan tanpa jaminan hak pasca-kerja. Ia juga menambahkan bahwa pekerja sektor informal dan pekerja harian sering terabaikan dalam program perlindungan sosial seperti Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Kartu Prakerja.
Padahal, Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 dengan jelas menyatakan, "Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Namun, dalam praktiknya, negara cenderung lalai dalam menjalankan mandat ini.
Logikanya sederhana: ketika rakyat kehilangan pendapatan, daya beli akan menurun. Penurunan daya beli ini pada akhirnya akan membuat ekonomi lokal stagnan. Jika dibiarkan, efek domino ini tidak hanya akan meningkatkan angka kemiskinan, tetapi juga berpotensi melemahkan stabilitas nasional.
Desakan dan Rekomendasi DPP LSM MAUNG
Untuk mengatasi krisis ini, DPP LSM MAUNG mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil langkah-langkah konkret, yaitu:
- Mengesahkan UU Jaminan Pekerjaan Nasional.
- Membentuk Badan Nasional Penanggulangan PHK lintas sektor.
- Mewajibkan kontrak sosial korporasi terkait dana cadangan PHK.
- Meluncurkan skema padat karya daerah untuk menyerap tenaga kerja terdampak.
"Jika negara tidak bertindak cepat, PHK massal akan menjadi bom sosial yang menghancurkan stabilitas dan kepercayaan publik," imbuh Hadysa.
Sebagai bentuk tanggung jawab publik, DPP LSM MAUNG juga mengakui beberapa langkah positif yang telah diambil pemerintah, antara lain:
- Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) melalui BPJS Ketenagakerjaan.
- Bantuan Kartu Prakerja untuk pelatihan dan insentif bagi pencari kerja.
- Subsidi gaji dan program padat karya yang sempat diluncurkan selama pandemi.
Meskipun demikian, LSM MAUNG menekankan bahwa langkah-langkah tersebut perlu diperluas, dipermudah aksesnya, dan diawasi secara ketat agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat lapisan bawah.
"Kami menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan, DPR RI, serta seluruh kepala daerah, untuk segera menetapkan kebijakan luar biasa menyikapi krisis ini," tutup Ketua Umum DPP LSM MAUNG.