Aceh | JRB.ONE - Aceh yang dijuluki "Serambi Mekkah," dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa gas alam, tambang, hingga lahan agraria yang subur Namun potensi itu, yang semestinya menjadi motor kemakmuran, justru menyisakan ironi. Di tengah menara-menara gas dan pabrik industri, rakyat Aceh masih terjebak dalam pusaran kemiskinan yang membelit.
Dua dekade pascakonflik bersenjata dan bencana tsunami dahsyat, harapan masyarakat akan kehidupan yang lebih layak seharusnya telah menjadi kenyataan. Faktanya, angka pengangguran tetap tinggi, akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatar masih timpang, dan pertumbuhan ekonomi justr kerap lebih menguntungkan segelintir elit lokal dan nasional.
"Gasnya untuk siapa? Kekayaannya mengalir ke mana?" Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan bentuk kekecewaan kolektif masyarakat Aceh yang merasa semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri.
Triliunan rupiah dana otonomi khusus telah digelontorkan, dan berbagai proyek infrastruktur dijalankan. Namun sayangnya, aliran dana itu sering kali tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Alih-alih menjadi jembatan menuju keadilan sosial, dana tersebut lebih sering terperangkap dalam labirin birokrasi dan kepentingan politik.
Aceh hari ini tidak kekurangan sumber daya, melainkan kekurangan transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan. Di saat sebagian pejabat sibuk merayakan keberhasilan administratif dan angka-angka proyek, masyarakat di pelosok sibuk memperbaiki atap rumah yang bocor dan mencari penghidupan dari tanah yang seharusnya menopang hidup mereka.
Jika tidak ada koreksi serius terhadap arah kebijakan pembangunan dan pengelolaan kekayaan daerah, Aceh berisiko terus mengulang sejarah: menjadi provinsi yang kaya di atas kertas, tetapi melahirkan generasi yang miskin secara nyata.
Perubahan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Bukan semata dalam bentuk proyek fisik, tetapi dalam wujud keberpihakan yang nyata terhadap rakyat. Karena sejatinya, kemakmuran Aceh tidak akan pernah hadir jika rakyatnya sendiri terus tersisih dari kekayaan yang mereka warisi.
Penulis Oleh: Abubakar
Tags:
Opini