Langsa | JRB.ONE – Presiden Mahasiswa (Presma) IAIN Langsa, Ahmad Subastian Tarigan, menyoroti isu rencana kenaikan tunjangan bagi anggota DPR RI. Ia dengan tegas menolak kebijakan tersebut karena dinilai mencederai rasa keadilan sosial dan bertentangan dengan semangat reformasi.
“Saya dengan tegas menolak kebijakan naiknya gaji atau tunjangan anggota DPR. Kebijakan ini mencederai rasa keadilan sosial dan bertentangan dengan semangat reformasi yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat,” ujarnya, Sabtu (23/8/2025).
Menurut Tarigan, Indonesia masih menghadapi banyak persoalan mendesak, mulai dari kualitas pendidikan yang tertinggal, kesejahteraan guru yang belum terpenuhi, hingga akses kesehatan dan lapangan kerja yang jauh dari kata layak.
“Di tengah masa efisiensi yang sedang digaungkan oleh Presiden Prabowo, sangat tidak pantas jika anggota dewan justru mendapat tunjangan lebih hanya karena tidak mendapatkan rumah dinas,” tegasnya.
Ia menilai kebijakan tersebut memperlebar jarak antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. Ketimpangan itu semakin terasa ketika gaji dan tunjangan DPR dibandingkan dengan penghasilan guru dan dosen yang masih jauh dari layak.
“Anggaran negara seharusnya dialokasikan untuk pendidikan, memperbaiki kualitas pengajaran, dan memastikan guru hidup layak sehingga dapat mendidik dengan sepenuh hati. Bukan justru mengalir deras ke kantong mereka yang sudah lebih dari cukup,” tambahnya.
Tarigan juga menyinggung banyaknya mahasiswa yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), guru honorer yang digaji tidak manusiawi, hingga rakyat kecil yang berjuang setiap hari demi sesuap nasi.
“Bagaimana mungkin legislator menuntut kenaikan gaji dan penambahan tunjangan, sementara rakyat masih terjepit kesulitan ekonomi? DPR seharusnya menjadi contoh pengabdian, bukan simbol ketamakan,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa perjuangan politik bukanlah ladang untuk memperkaya diri, melainkan amanah untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
“Jika DPR tetap memaksakan kebijakan kenaikan gaji di tengah situasi krisis dan ketidakadilan sosial ini, maka hal tersebut hanya akan memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap lembaga legislatif,” tutupnya.[Syahrul]