JRB.ONE - Penikmat Kopi
Obrolan santai di warung kopi Banda Aceh seringkali mengungkap kegelisahan mendalam. Seorang kawan pernah berseloroh, "Katanya PEMA itu singkatan dari Pembangunan Aceh. Tapi kok, lebih cocoknya jadi Perusahaan Eksklusif Milik Atasan?" Gurauan ini, meski dibumbui tawa, menyiratkan pertanyaan serius: siapa sebenarnya yang merasakan manfaat dari perusahaan kebanggaan Aceh ini?
Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang lahir dari semangat otonomi khusus, PT PEMA seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi Aceh, bukan sekadar pajangan proyek. Namun, desas-desus di masyarakat kini justru menyakitkan: apakah PEMA benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya menjadi "zona nyaman" bagi segelintir elite di balik meja ber-AC?
Mengapa PEMA Diragukan?
Masyarakat kecil, yang tak pernah merasakan dampak langsung dari keberadaan PEMA, hanya bisa menduga-duga. Akses ke laporan keuangan sulit, dan transparansi publik seolah bukan prioritas. Ketika ditanya tentang kontribusi PEMA bagi nelayan, petani, atau buruh di Pidie, Aceh Timur, atau Aceh Singkil, jawabannya seringkali berputar-putar di ruang seminar, jauh dari realitas ladang atau pasar.
Ada pula dugaan kuat bahwa PEMA menjadi tempat "parkir jabatan" bagi nama-nama yang punya kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Seolah, kompetensi tak lagi jadi ukuran, melainkan koneksi. Tidak sedikit yang menyoroti, kenaikan gaji manajemen PEMA terasa jauh lebih cepat dibanding pertumbuhan ekonomi rakyat. Lebih ironis lagi, saat rakyat bertanya soal sumber dana, mereka disuguhi istilah audit yang rumit, seakan rakyat tidak cukup cerdas untuk memahami hak mereka sendiri.
Selain itu, proyek-proyek yang dijalankan PEMA juga memicu pertanyaan. Mengapa banyak di antaranya terkesan diam-diam, tanpa partisipasi atau evaluasi publik yang transparan? Kabarnya, beberapa kontrak kerja sama bahkan lebih menguntungkan pihak luar ketimbang menggerakkan ekonomi lokal. Jika memang ada keuntungan, mengapa Aceh masih terasa begitu tertinggal?
Suara Rakyat Adalah Kontrol
Bisa jadi, PT PEMA memang sedang bekerja keras. Namun, yang terlihat dari luar justru hanya gedung-gedung megah, kendaraan dinas baru, dan rapat-rapat yang tak kunjung membuahkan hasil nyata bagi masyarakat. Dalam konteks ini, tak ada salahnya rakyat menyuarakan dugaan mereka. Di negeri ini, seringkali praduga justru lebih jujur dan dekat dengan kebenaran dibanding laporan tahunan yang disajikan.
Jika PEMA merasa keberatan dengan berbagai dugaan ini, inilah saatnya mereka menjawab dengan transparansi penuh, bukan sekadar klarifikasi yang hanya berupaya menutupi atau memoles citra.[Oleh: Rahmat Ferdiansyah]