Lhokseumawe | JRB.ONE – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang terus marak di Kabupaten Pasaman, terutama di Kecamatan Rao dan Kecamatan Duo Koto, menuai sorotan tajam dari kalangan mahasiswa. Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMAPAS) Lhokseumawe mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas tambang ilegal yang dinilai merusak lingkungan dan mengancam ekosistem.
Ketua Umum IMAPAS, Rendy Novriady, menegaskan bahwa aktivitas PETI yang kian tak terkendali telah mengganggu keseimbangan lingkungan hidup. "Pemerintah tidak boleh tinggal diam. Tambang ilegal ini sangat merusak—mulai dari pencemaran air hingga kehancuran habitat. Dampaknya nyata dan serius,” tegas Rendy.
Menurutnya, selain kerusakan ekosistem, tambang ilegal juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Sejumlah sungai di sekitar area tambang dilaporkan telah tercemar bahan kimia berbahaya. “Air sungai yang tercemar sangat berisiko bagi warga. Pemerintah harus segera menindak tegas oknum-oknum yang terlibat, termasuk mencabut izin perusahaan yang melanggar hukum,” ujarnya.
Rendy juga menyebut bahwa fenomena ini bukan sekadar bencana lingkungan biasa. Ia menilai aktivitas tambang ilegal merupakan bentuk bencana ekologis—yakni kerusakan akibat keserakahan manusia, bukan semata-mata karena faktor alam.
IMAPAS menilai lemahnya pengawasan pemerintah menjadi salah satu penyebab utama maraknya praktik tambang ilegal. Menurut mereka, para pelaku kerap memanfaatkan kondisi ekonomi masyarakat yang sulit sebagai tameng untuk melancarkan aksinya, seolah-olah tambang ilegal menjadi solusi atas kemiskinan.
"Ini hanyalah trik para pelaku tambang ilegal agar terhindar dari tindakan hukum. Jika dibiarkan, mereka akan terus meraup keuntungan besar dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat," tambah Rendy.
Dari sisi hukum, Rendy menegaskan bahwa aktivitas PETI jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 yang mengubah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 158 menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Selain itu, aktivitas ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menekankan pentingnya menjaga keselamatan manusia dan kelestarian ekosistem.
"Situasi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan dan belum optimalnya sinergi antar pemangku kepentingan. Pemerintah Kabupaten Pasaman dan Kapolres Pasaman harus bertindak cepat dan tegas. Para cukong tambang ilegal yang bersembunyi di balik layar harus segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya," pungkas Rendy.
IMAPAS menyerukan agar semua pihak, termasuk masyarakat dan pemerintah, bersatu dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menolak segala bentuk tambang ilegal yang merugikan banyak pihak.[rilis]