Aceh Singkil | JRB.ONE – Direktur PT Nafasindo, Abdul Kudus, membantah keras isu pengambilalihan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit seluas 3.007 hektare yang selama ini dikelola perusahaannya oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Bantahan ini disampaikan pada Kamis (22/05/2025).
"Tidak benar Hak Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit PT. Nafasindo seluas 3.007 Ha diambil alih oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil," tegas Abdul Kudus.
Abdul Kudus menjelaskan bahwa proses perpanjangan HGU PT Nafasindo sedang dalam tahap berjalan sesuai prosedur di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Jakarta. Permohonan perpanjangan HGU telah diajukan sejak November 2020, dan dokumennya telah diterima Kementerian ATR/BPN pada 11 November 2024, dibuktikan dengan Nomor Surat dari Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Provinsi Aceh Nomor 69/SP-11.HP.02/X/2024.
Upaya Hukum dan Kemitraan
Senior Manager PT Nafasindo, Malik Rusydi, mengungkapkan keprihatinan atas adanya pihak tertentu yang berupaya mengambil alih HGU perusahaan. Ia menegaskan bahwa upaya tersebut merupakan tindakan melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai pencurian aset perusahaan, yang dapat dijerat pasal pidana sesuai KUHP.
"Segala upaya hukum yang bertujuan untuk mengambil alih HGU PT Nafasindo atas lahan kebun kelapa sawit secara tidak sah adalah pelanggaran hukum. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai pemindahan kepemilikan aset yang memiliki konsekuensi pidana sesuai dengan KUHP," jelas Malik Rusydi.
Malik juga mengimbau semua pihak untuk menghormati proses yang sedang berjalan dan tidak melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. PT Nafasindo percaya bahwa Kementerian ATR/BPN akan memproses perpanjangan HGU secara profesional.
Sebagai informasi tambahan, PT Nafasindo telah menjalin kerja sama dengan 3 Kelompok Tani di 3 desa dari 3 kecamatan, mencakup lahan seluas 661,48 hektare dengan 458 petani, melalui program kemitraan pembangunan kebun masyarakat yang berjalan bertahap.
Rapat Dengar Pendapat Tanpa Kesepakatan
Malik Rusydi turut menyinggung hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 20 Mei 2025 yang dihadiri oleh Komisi II DPRK, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, Kepala Dinas Perkebunan, Kabag Hukum Pemkab Aceh Singkil, Kepala Kantor Pertanahan BPN Aceh Singkil, dan beberapa perwakilan masyarakat. Namun, RDP tersebut tidak mencapai kesepakatan bersama.
"Berita acara RDP tidak disepakati oleh semua pihak yang hadir," tutup Malik Rusydi.[*]