Gubernur Aceh Didorong Bertindak Tegas: Diduga PT Rambong Meuagam Serobot Ratusan Hektar Lahan Pesantren


Bireuen | JRB.ONE – Gelombang ketidakadilan kembali mencoreng sektor agraria Aceh. PT Rambong Meuagam, sebuah perusahaan perkebunan, dituding menyerobot lahan seluas 183 hektar milik Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah di Gampong Blang Mane, Peusangan Selatan, Bireuen. Lahan yang telah didedikasikan untuk pendidikan dan pemberdayaan umat sejak tahun 1997 ini kini menjadi pusat sengketa agraria yang mengkhawatirkan.

Meskipun kepemilikan lahan tengah diperkarakan secara hukum, PT Rambong Meuagam bersikeras melanjutkan operasionalnya dengan berbekal Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 05/HGU/BPN.11/2016. Tindakan sepihak ini telah dilaporkan kepada Polres Bireuen, namun belum ada indikasi penegakan hukum yang signifikan.

Desakan untuk Gubernur Aceh: Hentikan Operasi Perusahaan di Lahan Sengketa

Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan, Azhari, Sy., M.H., CPM, melalui pernyataan resminya mendesak Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, untuk segera mengintervensi dan menghentikan aktivitas perusahaan di atas lahan yang disengketakan. Beliau memperingatkan potensi konflik horizontal di masyarakat jika pembiaran terus berlanjut.

"Ini bukan sekadar masalah tanah biasa. Ini menyangkut kehormatan pesantren dan hak pendidikan umat yang terinjak-injak oleh kekuatan modal," tegas Azhari.

Yayasan Soroti Dugaan Mafia Tanah dan Tuntut Keadilan

Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah mengungkapkan bahwa tindakan PT Rambong Meuagam telah menghentikan program kemandirian santri, mematikan produktivitas kebun pesantren, dan mengganggu tatanan sosial masyarakat sekitar. Mereka mendesak negara untuk bertindak tegas terhadap praktik yang diduga sebagai bagian dari mafia tanah yang mencengkeram sektor HGU di Aceh.

Selain menuntut penghentian operasional, Yayasan juga mendesak Menteri ATR/BPN untuk mencabut HGU perusahaan tersebut dan mengembalikan hak atas lahan demi kelangsungan pendidikan Islam yang telah berjalan puluhan tahun.

Ujian Integritas Pemerintah Aceh dalam Konflik Agraria

Kasus ini menjadi tolok ukur integritas Pemerintah Aceh dan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan agraria. Di tengah keresahan masyarakat terhadap maraknya sengketa lahan, ketegasan Gubernur Aceh sangat dinantikan sebagai bukti komitmen melindungi hak-hak lembaga pendidikan masyarakat.

Azhari menutup pernyataannya dengan menekankan, “Negara harus menentukan pilihan: membela kepentingan rakyat atau tunduk pada dominasi modal.” Jika negara terus membiarkan korporasi menguasai tanah secara merugikan, konflik serupa akan terus berulang dan meninggalkan luka sosial ekonomi yang mendalam.[amat]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama